DEWAN PIMPINAN DAERAH
FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA
KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
DKI JAKARTA

Jumat, 08 Mei 2009

PUK. FSPTI PT.WARINGIN MULTI CIPTA

Lampiran Surat Keputusan No : 101/SK/DPD. FSPTI-KSPSI/IV//2009

Tentang Komposisi dan Personalia PUK. FSPTI-KSPSI PT. Waringin Multi Cipta.

KOMPOSISI DAN PERSONALIA

PIMPINAN UNIT KERJA

FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA

KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

( PUK. FSPTI-KSPSI )

PT. WARINGIN MULTI CIPTA BAKTI MEI 2009 S/D JUNI 2011

KETUA : H. M. SAWIRI

Wakil Ketua : IWAN WINARYA

Wakil Ketua : S A H A D I

SEKRETARIS : JAIMAR TAMBUN, OpD

Wakil Sekretaris : S U H A N D I

BENDAHARA : Y A N T O

Wakil Bendahara : J A N E L I

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 11 Mei 2009

DEWAN PIMPINAN DAERAH

FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA

KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

( DPD. FSPTI KSPSI )

DKI JAKARTA

SYAMSUL BAHRI IZUANSYAH DJABAR

K e t u a Sekretaris

DPC. FSPTI KHUSUS TKBM TANJUNG PRIOK

Lampiran Surat Keputusan No : 107/SK/DPD. FSPTI-KSPSI/I//2010

Tentang Komposisi dan Personalia DPC. FSPTI-KSPSI Khusus TKBM

Tanjung Priok.

KOMPOSISI PERSONALIA

DEWAN PIMPINAN CABANG

FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA

KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

(DPC. FSPTI-KSPSI)

KHUSUS TKBM PELABUHAN TANJUNG PRIOK

MASA BAKTI JANUARI 2010 S/D FEBRUARI 2014

KETUA : H. ANANG

WAKIL KETUA : RASIDI

WAKIL KETUA : KAYOL

WAKIL KETUA : KASAN KACUNG

SEKRETARIS : YADI SURYADI

WAKIL SEKRETARIS : WASMAT

WAKIL SEKRETARIS : SALAMUN

BENDAHARA : MISRI

WAKIL BENDAHARA : Y A N I

WAKIL BENDAHARA : M A W I

WAKIL BENDAHARA : M. SIDIK

HUMAS : D A L I

: JUHRI

: U K I

: IBRAHIM

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 11 Januari 2010

DEWAN PIMPINAN DAERAH

FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA

KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

( DPD. FSPTI-KSPSI ) DKI JAKARTA

SYAMSUL BAHRI IZUANSYAH DJABAR

K e t u a Sekretaris

Jumat, 01 Mei 2009

PUK FSPTI-KSPSI PT. JAPAN AIRLINES JAKARTA


KOMPOSISI DAN PERSONALIA
PIMPINAN UNIT KERJA
FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA
KONDERSASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
(PUK. FSPTI-KSPSI)
PT. JAPAN AIRLINES JAKARTA
MASA BAKTI 2006 S/D 2009

KETUA                     : HENDRY
Wakil Ketua             : CONES

SEKRETARIS         : ANNE

BENDAHARA         : EVA

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal  : 29 Maret 2006

Dewan Pimpinan Daerah
FSPTI-KSPSI DKI JAKARTA

ditanda tangani oleh

SYAMSUL BAHRI/KETUA           IZUANSYAH DJABAR/SEKRETARIS

PUK FSPTI-KSPSI PT. STEADY SAFE. Tbk


KOMPOSISI DAN PERSONALIA
PIMPINAN UNIT KERJA
FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA
KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
(PUK. FSPTI-KSPSI)
PT. STEADY SAFE. Tbk
MASA BAKTI 2007 S/D 2010


KETUA                               : YANIS
Wakil Ketua                       : ROGANDA SIREGAR
Wakil Ketua                       : PURWANDI
Wakil Ketua                       : AHMAD TOFARI

SEKRETARIS                   : TJIPTO SURJONO
Wakil Sekretaris               : TOFANI. IS
Wakil Sekretaris               : KUSWANTO

BENDAHARA                   : HARTANTO
Wakil Bendahara              : EKO PURWANTO
Wakil Bendahara              : D. SUWARDI

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 08 Juni 2007


Dewan Pimpinan Daerah
FSPTI-KSPSI DKI JAKARTA

ditanda tangani oleh

SYAMSUL BAHRI/KETUA      IZUANSYAH DJABAR/SEKRETARIS

PUK FSPTI-KSPSI PT. ANDALAN TAMA


KOMPOSISI DAN PERSONALIA
PIMPINAN UNIT KERJA
FEDERASI SERIKAT PEKERJA TRANSPORT INDONESIA
KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
(PUK. FSPTI-KSPSI)
PT. ANDALAN TAMA MASA BAKTI APRIL 2009 S/D MEI 2011

KETUA                : PEATUR TAMPUBOLON
Wakil Ketua        : ADE RIYANTO

SEKRETARIS     : HAERUDIN
Wakil Sekretaris : DEDI M. RIFA'I

BENDAHARA      : EDY BUDHIHARTONO
Wakil Bendahara : JUMADI
Wakil Bendahara : YESAYAS H

HUMAS                : SYARIFUDIN
                               : M. JAYNI
                               : ULIL AMRI
                               : A. RAKIEF
                               : NUR BASUKI

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 06 April 2009

Dewan Pimpinan Daerah
Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia
DKI JAKARTA

ditanda tangani oleh

SYAMSUL BAHRI/KETUA                      IZUANSYAH DJABAR/SEKRETARIS

Rabu, 04 Maret 2009

HUBUNGAN INDUSTRIAL

FUNGSI DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL adalah suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 Ayat 17 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

HUBUNGAN INDUSTRIAL
(PASAL 102 UU NO. 13 TAHUN 2003)
AYAT 1 : PEMERINTAH
- Menentukan kebijakan
- Memberikan pelayanan
- Melakukan pengawasan
- Melakukan penindakan terhadap pelanggaran perundang-undangan.

AYAT 2 : PENGUSAHA
- Menciptakan kemitraan
- Mengembangkan usaha/memperluas lapangan kerja
- Memberikan kesejahteraan (terbuka, demokratis dan berkeadilan).

AYAT 3 : PEKERJA/SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
- Melaksanakan pekerjaan
- Menjaga ketertiban
- Menyalurkan aspirasi secara demokratis
- Mengembangkan keahlian/keterampilan
- Memajukan perusahaan
- Memperjuangkan kesejahteraan

SARANA HUBUNGAN INDUSTRIAL
(PASAL 103 UU NO. 13 TAHUN 2003)
1. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH (SP/SB)
2. ORGANISASI PENGUSAHA
3. LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT (LKS BIPARTIT)
4. LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT
5. PERATURAN PERUSAHAAN (PP)
6. PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)
7. LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (LEMBAGA PPHI)
8. PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN.


1. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH ( SP/SB )
A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 104

B. DEFENISI
(PASAL 1 AYAT 1 UU NO. 21 TAHUN 2000)
Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

C. JENIS SP/SB BERDASARKAN JENJANG
(PASAL 1 AYAT 1 S/D 5 UU NO. 21 TAHUN 2000)
1. SP/SB di perusahaan
2. SP/SB di luar perusahaan
3. Federasi SP/SB
4. Konfederasi SP/SB

D. AZAS DAN SIFAT SP/SB
(PASAL 2 DAN PASAL 3 UU NO.21 TAHUN 2000)
AZAS : Menerima dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
SIFAT : Bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

E. TUJUAN SP/SB
(PASAL 4 AYAT 1 UU NO. 21 TAHUN 2000)
Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

F. FUNGSI SP/SB
(PASAL 4 AYAT 2 UU NO. 21 TAHUN 2000)
1. Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Penyelesaian Perselisihan Industrial
2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam Lembaga kerjasama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya
3. Sebagai sarana menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai perundang-undangan yang berlaku
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kewajiban anggotanya
5. Sebagai perencana , pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai perundang-undangan yang berlaku
6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.

G. HAK SP/SB
(PASAL 25 UU NO. 21 TAHUN 2000)
SP/SB/Federasi/Konfederasi yang telah punya nomr bukti pencatatan berhak ;
1. Membuat PKB bersama dengan pengusaha
2. Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
3. Mewakili pekerja/buruh dalam Lembaga Ketenagakarjaan
4. Membentuk Lembaga/malakukan kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
5. Melakukan kegiaatan lain di bidang ketenagakarjaan yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan.

H. KEWAJIBAN SP/SB
(PASAL 27 UU NO. 21 TAHUN 2000)
1. Melindungi dan membela anggotanya dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya
3. Mempertanggung jawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai AD/ART.

2. ORGANISASI PENGUSAHA
A. DASAR HUKUM
PASAL 105 UU NO. 13 TAHUN 2003
AYAT 1 : Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha

B. TUJUAN ;
Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan hubungan industrial khususnya bidang ketenagakerjaan dari pengusaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.

FUNGSI :
1. Memberikan penjelasan, saran/nasehat, pendidikan/latihan dan bimbingan kepada para anggota serta memberikan saran/pendapat kepada pemerintah berkaitan dengan hal yang terkait dengan hubungaan industrial
2. Membela kepentingan pengusaha terhadap tekanan dari pihak lain dan menyalurkan aspirasi pengusaha dalam hubungan industrial. Aspirasi ini disalurkan melalui lembaga-lembaga kerjasama ketenagakerjaan seperti LKS Tripartit, Dewan Pengupahan, P4D/P4P
3. Memberikan keseimbangan terhadap adanya organisasi pekerja/buruh.

C. NAMA ORGANISASI PENGUSAHA (bidang ketenagakerjaan ;
1. Di Indonesia : APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
2. Internasional : IEO (Internasional Employers Organisation)
3. LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT (LKS BIPARTIT)
A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (PASAL 106)
2. KEPMENAKERTRANS NO : KEP-255/MEN/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit
3. PERDA Provinsi DKI Jakarta No. 6 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 99 tahun 2005 tentang Prosedur Pembentukan dan Tata Cara Pencatatan Lembaga Kerjasama Bipartit.

B. PENGERTIAN BIPARTIT
1. Pengertian Bipartit sebagai system/mekanisme adalah ; sebagai cara penyelesaian/musyawarah tentang masalah-masalah ketenagakerjaan yang muncul di perusahaan, antara pihak pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan.
2. Pengertian Bipartit sebagai Lembaga kerjasama adalah ; merupakan forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Hubungan Industrial di tingkat perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh.

AZAS LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT ;
1. Azas Kekeluargaan dan Gotong royong
2. Azas Musyawarah untuk Mufakat.

TUJUAN LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT ;
1. Meningkatkan manfaat perusahaan dalam rangka menunjang kesejahteraan pekerja dan keluarganya
2. Memberikan ketenangan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.

PEMBICARAAN DI DALAM SIDANG LKS BIPARTIT ;
1. Mencegah timbulnya perselisihan
2. Mengidentifikasi masalah
3. Kesejahteraan pekerja dan keluarganya
4. System pengupahan
5. Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama (KKB/PKB)
6. Peningkatan keterampilan
7. Peningkatan Mutu Produksi.

KEANGGOTAAN LKS BIPARTIT ;
1. Unsur Pekerja/Serikat Pekerja dan Unsur Pengusaha dalam satu Perusahaan.
2. Masa kerja keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit 2 tahun
3. Masa Jabatan keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit berakhir apabila ;
3.1. Meninggal dunia
3.2. Mutasi atau keluar dari perusahaan
3.3. Mengundurkan diri sebagai anggota Lembaga Kerjasama Bipartit
3.4. Sebab-sebab lain yang menghalangi tugas-tugas dalam keanggotaan.

PENGURUS LKS BIPARTIT ;
1. Komposisi kepengurusan Lembaga Kerjasama Bipartit dalam perusahaan paling sedikit 6 orang dan paling banyak 20 orang, terdiri dari Wakil Pengusaha dan Wakil Pekerja dalam keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit berbanding 1:1.
2. Susunan pengurus Lembaga Kerjasama Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris dan Anggota
3. Jabatan Ketua Lembaga Kerjasama Bipartit dapat dijabat secara bergiliran antara Wakil Pengusaha dan Wakil Pekerja.

H. MEKANISME KERJA LKS BIPARTIT;
1. Lembaga Kerjasama Bipartit menetapkan dan membahas Agenda pertemuan sesuai kebutuhan
2. Hubungan kerja Lembaga Kerjasama Bipartit dengan Lembaga lainnya di perusahaan bersifat Koordinatif, Konsultatif dan Komunikatif
3. Lembaga Kerjasama Bipartit tidak mengambil alih atau mencampuri Fungsi, Hak dan Kewajiban Serikat Pekerja
4. Lembaga Kerjasama Bipartit tidak mengambil alih atau mencampuri Fungsi, Hak dan Kewajiban Pimpinan Perusahaan
5. Hasil-hasil pertemuan dilaporkan kepada Pimpinan Perusahaan dan Pimpinan Serikat Pekerja, Sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan.

I. SYARAT-SYRAT CALON PENGURUS ;
1. Pendidikan yang memadai
2. Batas usia minimal 25 tahun
3. Masa kerja di perusahaan minimal 2 tahun atau telah menguasai masalah-masalah diperusahaan
4. Diprioritaskan bagi yang telah mengikuti kursus/pelatihan Hubungan Industrial.

TUGAS-TUGAS PENGURUS LKS BIPARTIT ;
1. Ketua : Memimpin sidang bersama Sekretaris dan menanada tangani hasil-hasil sidang untuk disampaikan
2. Wakil Ketua : Memimpin sidang bersama Sekretaris apabila Ketua berhalangan
3. Sekretaris : Menyiapkan Agenda Sidang, membuat notulen sidang, bertanggung jawab atas permasalahan administrasi.

K. TUGAS LKS BIPARTIT
1. Melakukan pertemuan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu
2. Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha
3. Melakukan deteksi dini dan menampung permasalahan hubungan industrial di perusahaaan
4. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha dalam penyusunan kebijakan perusahaan
5. Menyampaikan saran dan pendapat kepada pekerja/buruh dan atau serikat pekerja/buruh.

L. FUNGSI LKS BIPARTIT ;

1. Sebagai forum Komunikasi, Konsultasi dan bermusyawarah antara Wakil Pengusaha/Pengusaha dan Wakil Pekerja/Wakil Serikat Pekerja/Serikat Pekerja pada tingkat perusahaan.
2. Sebagai forum untuk membahas masalah Hubungan Industrial di perusahaan guna meningkatkan Produktifitas Kerja dan Kesejahteraan Pekerja/Buruh yang menjamin Kelangsungan Usaha dan menciptakan Ketengan bekerja.

M. UPAYA PELAKSANAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ;
1. Adanya kesungguhan dari kedua belah pihak untuk melaksnakan prinsip-prinsip Hubungan Industrial yang dinamis, harmonis dan berkeadilan
2. Adanya persamaan untuk saling keterbukaan dan transparansi dalam segala segi yang menyangkut keterlibatan kedua belah pihak dalam proses produksi.

N. HASIL SIDANG LKS BIPARTIT ;
1. Saran : Merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak antara Pekerja/Serikat Pekerja dan Pengusaha

2. Rekomendasi : Merupakan kesepakatan yang mempunyai bobot Urgensi untuk diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan

3. Memorandum : Merupakan hasil kesepakatan yang sudah pernah diajukan kepada kedua belah pihak atau ketentuan-ketentuan lain yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak tetapi belum terealisir atau belum dilaksanakan.

O. PEMBINAAN TERHADAP LKS BIPARTIT ;
1. Mewujudkan kesatuan pola pikir dari pekerja dan pengusaha
2. Meningkatkan kesejahteraan pekerja, kelangsungan hidup perusahaan dan produktifitas kerja
3. Mengembangkan program Lembaga Kerjasama Bipartit.

P. FUNGSI LAPORAN KEGIATAN LKS BIPARTIT ;
1. Sebagai salah satu penyampaian pertanggung jawaban
2. Sebagai salah satu untuk membina kerja sama, pengertian dan komunikasi
3. Sebagai alat untuk mengadakan perencanaan pengendalian, penelitian dan pengambilan keputusan
4. Sebagai alat bagi pimpinana untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan tugas.


4. LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT (LKS TRIPARTIT)
A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (PASAL 107)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit.

B. DEFINISI
Lembaga Kerjasama Tripartit (LKS TRIPARTIT) adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pemerintah.

C. TUGAS
Memberikan pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota) dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.

D. KEANGGOTAAN
Keanggotaan Lembaga Kerjasama Tripartit terdiri dari unsure Pemerintah, Organisasi Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

E. JENJANG LKS TRIPARTIT (PP NO. 8 TAHUN 2005)
I. LKS TRIPARTIT NASIONAL
1. Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional dibentuk/diangkat/diberhentikan oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden
2. Keanggotaan LKS Tripartit Nasional
a. Jumlah anggota maksimal 24 orang dengan perbandingan
Dua (2) unsur Pemerintah
Satu (1) unsur Organisasi Pengusaha
Satu (1) unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
b. Susunan Keanggotaan
- Ketua merangkap anggota (Menakertrans)
- Wakil Ketua (3) merangkap anggota (dari masing-masing unsur)
- Sekretaris merangkap anggota dari unsur pemerintah
- Anggota-Anggota
3. Kelembagaan LKS Tripartit Nasional
a. Sekretariat (dipimpin sekretaris LKS Tripartit Nasional)
b. Badan Pekerja (dipilih dari anggota LKS Tripartit)
4. Masa jabatan LKS Tripartit Nasional selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya selama 3 tahun.

II. LKS TRIPARTIT PROVINSI
1. Lembaga Kerjasama Tripartit Provinsi dibentuk/diangkat/diberhentikan dan bertanggung jawab keppada Gubernur
2. Keanggotaan LKS Tripartit Provinsi
a. Jumlah anggota maksimal 16 orang dengan perbandingan
Dua (2) unsur Pemerintah
Satu (1) unsur Organisasi Pengusaha
Satu (1) unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh
b. Susunan Keanggotaan
- Ketua merangkap anggota (Gubernur)
- Wakil Ketua (3) merangkap anggota (dari masing-masing unsur)
- Sekretaris merangkap anggota dari unsur Pemerintah
- Anggota-Anggota
3. Kelembagaan LKS Tripartit Provinsi
a. Sekretariat (dilaksanakan secara fungsional oleh penanggung jawab bidang ketenagakerjaan)
b. Badan Pekerja dipilh dari anggota LKS Tripartit.
4. Masa jabatan LKS Tripartit Provinsi selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya selama 3 tahun.

III. LKS TRIPARTIT KABUPATEN/KOTA
1. Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota dibentuk/diangkat/ diberhentikan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
2. Keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota
a. Jumlah anggota maksimal 8 orang dengan perbandingan
Dua (2) unsur Pemerintah
Satu (1) unsur Organisasi Pengusaha
Satu (1) unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh
b. Susunan Keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota
- Ketua merangkap anggota (Bupati/Walikota)
- Wakil Ketua merangkap anggota (dari masing-masing unsur)
- Sekretaris merangkap anggota (dari unsur Pemerintah)
- Anggota-Anggota
3. Kelembagaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota
a. Sekretariat (dilaksanakan secara fungsional oleh penanggung jawab bidang ketenagakerjaan
b Badan Pekerja (dipilh dari anggota LKS Tripartit)
4. Masa jabatan LKS Tripartit Kabupaten/Kota selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya selama 3 tahun.

IV.LKS TRIPARTIT SEKTORAL
1. Pembentukan
LKS Tripartit dapat membentuk LKS Tripartit Sektoral yang secara teknis dilaksanakan oleh :
- Menakertrans untuk LKS Tripartit Sektoral Nasional
- Gubernur untuk LKS Tripartit Ssektoral Provinsi
- Bupati/Walikota untuk LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota
2. LKS Tripartit Sektoral mempunyai tugas memberi pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan untuk sektor tertentu, yang disampaikan melalui LKS Tripartit.
3. Keanggotaan LKS Tripartit Sektoral
LKS Tripartit Sektoral anggotanya terdiri dari 3 unsur (Pemerintah, Organisasi Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan jumlah
- LKS Tripartit Sektoral Nasional beranggotakan maksimal 12 orang
- LKS Tripartit Sektoral Provinsi beranggotakan maksimal 8 orang
- LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota beranggotakan maksimal 8 orang
4. Tata kerja LKS Tripartit Sektoral dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata kerja LKS Tripartit sesuai yang diatur dalam PP No. 8 tahun 2005.

5. PERATURAN PERUSAHAAN

A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (PASAL 108 S/D PASAL 115)
2. KEPMENAKERTRANS Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

B. DEFFINISI
Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

C. ISI PERATURAN PERUSAHAAN
1. Pasal 111 (1) Undaang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan Kewajiban Pengusaha
b. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh
c. Syarat Kerja tentang Hak dan Kewajiban Pengusaha dan Pekerja/Buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
d. Tata Tertib Perusahaan
e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
2. Pasal 2 ayat 2 dan ayat 3 Kepmenakertrans No. 48/Men/IV/2004
a. Isi peraturan perusahaan adalah syrat kerja yang belum diatur dalam perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam perundang-undangan.
b. Dalam hal peraturan perusahaan akan mengatur kembali materi perundang-undangan maka ketentuan dalam Peraturan Perusahaan tersebut harus lebih baik dari ketentuan dalam perundang-undangan.

D. TEKNIS PENYUSUNAN PP
1. Pengusaha yang mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 orang wajib membuat Peraturan Perusahaan yang mulai berlaku setelah disyahkan oleh mentri atau pejabat yang ditunjuk.
2. Peraturan Perusahaan disusun dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha
3. Peraturan Perusahaan dibuat dan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh /serikat pekerja/serikat buruh
4. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Peraturan Perusahaan yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh yang bersangkutan.
5. Pembuatan Peraturan Perusahaan merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha, sedangkan masukan yang disampaikan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh bersifat saran dan pertimbangan, sehingga pembuatan Peraturan Perusahaan tidaj dapat diperselisihkan.

6. PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)

A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (PASAL 116 S/D PASAL 133)
2. KEPMENAKERTRANS NO : KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama

B. DEFINISI
Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

C. TEKNIS PEMBUATAN PKB
1. PKB dibuat oleh SP/SB yang telah tercatat (punya nomor bukti pencatatan) dengan pengusaha
2. Mekanisme Pembuatan
a. Di Perusahaan hanya terdapat satu SP/SB dan anggotanya lebih 50% dari jumlah pekerja di perusahaan, maka SP/SB tersebut berhak melakukan perundingan pembuatan PKB.
b. Di perusahaan hanya terdapat satu SP/SB dan anggotanya kurang dari 50% dari jumlah pekerja, SP/SB dapat mewakili dalam perundingan PKB, jika SP/SB telah mendapat dukungan lebih 50% melalui pemungutan suara.
c. Di perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB yang berhak mewakili dalam perundingan pembuatan PKB yang jumlah anggotanya lebih dari 50% jumlah pekerja
d. Di perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB tetapi masing-masing SP/SB anggotanya belum lebih dari 50% jumlah pekerja, maka SP/SB tersebut dapat melakukan koalisi
e. Penyusunan PKB dilaksanakan secara musyawarah, jika musyawarah tidak tercapai kesepakatan, penyelesaian melalui prosedur penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

D. ISI PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)
1. Nama dan tempat kedudukan / alamat SP/SB
2. Nama dan tempat kedudukan / alamt perusahaan
3. Nomor dan tanggal pencatatan SP/SB
4. Hak dan kewajiban pengusaha
5. Hak dan kewajiban SP/SB serta pekerja/buruh
6. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB
7. Tanda tangan para pihak yang membuat PKB.
- Isi PKB tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan jika bertentangan batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perundang-undangan.

E. MASA BERLAKU DAN PERPANJANGAN PKB.
1. PKB berlaku paling lama 2 tahun.
2. PKB dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama satu tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan SP/SB.

7. LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (L.PPHI)
A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1 tahun 2005 tentang Penangguhan mulai berlakunya UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

B. DEFINISI
Lembaga PPHI adalah suatu lembaga yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan yang berlaku tugas dan fungsi serta kewenangan menangani dan memutus perselisihan hubungan industrial.

C. LEMBAGA PPHI
1. Lembaga P.P.H.I diluar Pengadilan
a. Di Perusahaan
- Perundingan Bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat (bersifat wajib)
b. Di Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
- Proses Mediasi oleh Mediator Hubungan Industrial (Perselisihan hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan PHK, Perselisihan antar SP/B hanya dalam satu perusahaan).
c. Proses Konsiliasi oleh Konsiliator Hubungan Industrial (Perselisihan Kepentingan, PHK dan Perselisihan antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan).
d. Proses Arbitrase oleh Arbiter Hubungan Industrial (Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan)
2. Lembaga PPHI melalui Pengadilan Hubungan Industrial
a. Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
b. Kasasi Kepada Mahkamah Agung (untuk Perselisihan hak dan Perselisihan PHK).

Jumat, 27 Februari 2009

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA & TRANSMIGRASI NO. 16 TAHUN 2001

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I
NOMOR : KEP-16/MEN/2001

TENTANG

TATA CARA PENCATATAN
SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH


MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I,

Menimbang :

a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 24 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, perlu ditetapkan Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh;

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar-dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050);

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3989);

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi;




M E M U T U S K A N


Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.

3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.

4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.

5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.



BAB II
PEMBERITAHUAN

Pasal 2

(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota berdasarkan domisili, untuk dicatat.

(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri syarat-syarat sebagai berikut :

a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus;

(3) Dalam anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, sekurang-kurangnya harus memuat :

a. nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
b. dasar Negara, asas dan tujuan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhentiannya;
f. hak dan kewajiban;
g. persyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhentiannya;
h. hak dan kewajiban pengurus;
i. sumber, tata cara penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan;
j. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 Keputusan Menteri ini.

BAB III
PENCATATAN

Pasal 3

(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan atau menyampaikan pencatatan.

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam buku pencatatan.

(3) Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya memuat :

a. nama dan alamat serikat pekerja/serikat buruh;
b. nama anggota pembentuk
c. susunan dan nama pengurus;
d. tanggal pembuatan dan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga;
e. nomor bukti pencatatan;
f. tanggal pencatatan.
(4) Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dilakukan selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran II Keputusan Menteri ini.

Pasal 4

(1) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan dengan memberitahukan kelengkapan yang harus dipenuhi, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran III Keputusan Menteri ini.
(2) Apabila setelah lewat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini, maka berkas pemberitahuan dikembalikan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Keputusan Menteri ini.

Pasal 5

Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberiathukan secara tertulis kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatan organisasinya.

Pasal 6

(1) Dalam hal terjadi perpindahan domisili, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dimana serikat pekerja/serikat buruh tercatat dan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota di domisili baru dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Keputusan Menteri ini.

(2) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dimana serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tercatat sebelumnya, setelah menerima pemberitahuan pemindahan domisili harus menghapus nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh tersebut.

(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota domisili serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfedrasi serikat pekerja/serikat buruh yang baru, setelah menerima pemberitahuan pemindahan domisili harus mencatat permohonan pencatatan serikat pekerja/serikat buruh tersebut dan memberikan nomor bukti pencatatan.





Pasal 7

(1) Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, pengurus harus memberitahukan secara tertulis mengenai pasal-pasal perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan dilampiri anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang baru, dengan menggunakan formulir sebagimana tercantum dalam lampiran VI Keputusan Menteri ini.

(2) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mencatat perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh dalam buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri ini.

Pasal 8

(1) Dalam hal pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima bantuan keuangan dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 untuk kegiatan organisasi, maka pengurus harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sesuai dengan domisili setelah bantuan tersebut diterima, dengan mennggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran VII Keputusan Menteri ini.

(2) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus membuat tanda bukti pemberitahuan penerimaan bantuan keuangan dari luar negeri dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran VIII Keputusan Menteri ini.

Pasal 9

(1) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dan b Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000, pengurus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantumdalam lampiran IX keputusan Menteri ini.

(2) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan bubar dengan keputusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c Undang-undang 21 Tahun 2000, maka setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hokum tetap, instansi pemerintah selaku penggugat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang 21 Tahun 2000 memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IX Keputusan Menteri ini.

(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas segera mencabut nomor bukti pencatatan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran X Keputusan Menteri ini.

Pasal 10

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota harus melaporkan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kegiatan pencatatan yang diatur dalam Keputusan Menteri ini secara berkala dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sekali, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran XI Keputusan Menteri ini.


BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 11

(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memberitahukan atau telah terdaftar berdasarkan Permenaker No. Per.05/Men/1998 atau Kepmenaker No. Kep.201/Men/1999,

memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dan diberi nomor bukti pencatatan baru selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 dengan melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini.

(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 mulai berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memberitahukan atau telah terdaftar berdasrkan Permenaker No. Per.05/Men/1998 atau Kepmenaker No. Kep.201/Men/1999 tidak memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sesuai dengan Keputusan Menteri ini, dianggap tidak mempunyai nomor bulti pencatatan.


BAB V
PENUTUP

Pasal 12

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. I/Perat. Tahun 1969 tentang Bantuan Luar Negeri bagi Organisasi Buruh/Pekerja/Karyawan di Indonesia, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.201/MEN/1999 tentang Organisasi Pekerja dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.202/MEN/1999 tentang Bentuk-bentuk formulir Pendaftaran Organisasi Pekerja dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 13

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Februari 2001

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

Ttd

ALHILAL HAMDI

-------------------------------------------------------------------------------------------------
Formulir Pemberitahuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh/Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh/Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Lampiran I : Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Nomor : Kep. 16/Men/2001 Tanggal : 15 Februari 2001.

………………..., ………………………….............

Nomor :
Lampiran :

Perihal : Pemberitahuan dan Permohonan

Pencatatan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.
Kepada
Yth. Kepala………………...
di –
……………………………..


Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 16/Men/2001 tanggal 15 Februari 2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka kami yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama : …………………………………
Jabatan : …………………………………

2. Nama : …………………………………
Jabatan : …………………………………

Dengan ini memberitahukan telah terbentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh/Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh/Konfederasi serikat Pekerja/Serikat Buruh *) kami bernama……………………………………………………………………………………………………………………………..
berkedudukan di……….…….alamat…………………………………………………………………....Mohon untuk dicatat guna memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 21 tahun 2000.

Sebagai kelengkapan pemberitahuan tersebut, maka bersama ini kami lampirkan :
a. Daftar nama anggota pembentuk
b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
c. Susunan dan nama pengurus

Demikian pemberitahuan ini kami ajukan untuk mendapatkan Nomor Bukti Pencatatan dengan ucapan terima kasih.

Pemohon
Ketua Sekretaris





( ………………………. ) ( ………………………… )

*) Pilih Salah satu







MUSDA DPD FSPTI-KSPSI DKI JAKARTA

Musyawarah Daerah (musda) Dewan Pimpinan Daearah Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia-Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD FSPTI-KSPSI) DKI Jakarta, telah diselenggarakan pada tanggal 21 Mei 2005, bertempat di AULA Pertemuan PT. Presiden Taksi Jalan Jenderal Ahmad Yani Kav. 98 By Pass Jakarta Timur.

Sesuai Keputusan DPD FSPTI-KSPSI tentang Penyelenggaraan Musyswarah Daerah DPD FSPTI-KSPSI DKI Jakarta, diputuskan sebagai Penyelenggara adalah :

KETUA : SYAMSUL BAHRI

SEKRETARIS : IZUANSYAH DJABAR.

Dalam pemilihan pimpinan Sidang Musyawarah Daerah FSPTI DKI Jakarta maka terpilih menjadi pimpinan adalah : Drs. Gindo L. Tobing, SH, MH.

Dalam Musyawarah Daerah FSPTI-KSPSI DKI Jakarta peserta Musda secara aklamasi memilih Formateur Tunggal yaitu SYAMSUL BAHRI.

Setelah Pimpinan Sidang memberikan waktu kepada Formateur Tunggal untuk menyusun Komposisi Kepengurusan DPD FSPTI-KSPSI DKI Jakarta, maka diumumkan hasil penyusunan Formateur Tunggal sebagai berikut :

KETUA : SYAMSUL BAHRI

WAKIL KETUA : HP. SIHOMBING

WAKIL KETUA : PAIJAN. TR

WAKIL KETUA : DAUD ZEIN

WAKIL KETUA : JONO SUKARDI

SEKRETARIS : IZUANSYAH DJABAR

WAKIL SEKRETARIS : HB. SIMATUPANG

WAKIL SEKRETARIS : TITIN RAHAYU

WAKIL SEKRETARI : P. PASARIBU

BENDAHARA : DELIANA NAINGGOLAN

WAKIL BANDAHARA : VIOLA.

Berdasarkan Hasil Musyawarah Daerah DPD FSPTI –KSPSI DKI Jakarta, maka DPP FSPTI-KSPSI Memutuskan dan Menetapkan dengan Surat Keputusan Nomor : 055/DPP-FSPTI/V/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang Komposisi Personalia DPD FSPTI-KSPSI DKI Jakarta Periode tahun 2005-2010.

Sesuai Ketentuan Undang-Undang 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja dan Kepmen : 16 tahun 2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka DPD FSPTI –KSPSI DKI Jakarta yang beralamat di Jl. Jenderal Ahmad Yani Kav. 98 By Pass Jakarta Timur telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur dengan Nomor Pencatatan :

Bukti pencatatan No : 159/IV/D/VIII/2001

Tanggal : 13 Agustus 2001.